vXNwPj4qUNQpo38g8p3ivd6DJ6AcFOk4gL7S5iHx

Pemilih Generasi Milineal Capai 60 Persen. Siapa Yang Akan Mereka Pilih?

Dok Pribadi MPH

Oleh: Melkianus Pote Hadi (MPH) politisi muda NTT

Pilkada, Pilgub di depan mata kita, Generasi milenial mereka memiliki pengaruh besar terhadap hasil pemilu dan menentukan siapa pemimpin pada masa mendatang. Menurut data yang ditetapkan oleh KPU NTT pada 2 Juli 2023, jumlah pemilih mencapai 4.008.475, di mana generasi milenial kelahiran 1981-1996 menyumbang 32,73% atau sekitar 1.312.047 suara. Sementara itu, Generasi Z kelahiran 1997-2012 mencapai 1.172.985 pemilih atau sekitar 29,26%. Jumlah ini menjadikan mereka sebagai pemilih pemula yang paling signifikan. Sekitar 60 persen dari 4.008.475 pemilih di NTT dalam Pemilu 2024 adalah orang muda. Mereka dikategorikan sebagai Generasi Milenial dan Gen Z. Peran mereka dinilai penting dalam menentukan kualitas pemerintahan lima tahun ke depan.

Dua hal MPH sampaikan peran milenial menentukan nasib Nusa Tenggara Timur dan pemimpin akan datang haruslah menyiapkan program unggulan sebagai bentuk kepedulian.


1. Peran milenial menentukan nasib Nusa Tenggara Timur.

Posisi generasi milenial sangat diperhitungkan pada tahun politik sekarang ini. Mereka adalah bagian dari penentu kemajuan dan keberhasilan demokrasi, baik di tingkat daerah maupun nasional, partisipasi politik generasi milenial tentu sangat substansial karena dari persentase jumlah pemilih, generasi milenial menyumbang suara cukup banyak dalam keberlangsungan Pemilu 2024 ini. Generasi milenial menjadi sasaran empuk bagi politisi-politisi, kondisi idealis pemuda yang mudah sekali dipengaruhi tentang keberpihakan.

Dengan peran generasi milenial sebagai pemilih yang memiliki sumbangsih terhadap suara hasil pemilihan yang cukup besar, maka posisi generasi milenial menjadi sangat strategis untuk menjadi objek sasaran pemungutan suara.

Beberapa tahun belakangan ini, semakin banyak politisi yang menyadari pentingnya peran media sosial sebagai cara untuk memperoleh kemenangan pada pemilu.

Pada Pemilu 2024, diperkirakan ada sekitar 1 ,3 juta pemilih pemula dari kalangan generasi muda berusia antara 17 dan 24 tahun. Dilihat dari sisi usia, kemungkinan sebagian besar diantara mereka adalah pengguna media sosial.

Mereka diharapkan dapat menggunakan hak pilihnya dalam pemilu dan menjadi incaran para partai politik dan politisi untuk diraih suaranya.

Memberikan suara pada pemilu merupakan salah satu bentuk partisipasi politik. Namun, partisipasi politik tidak semata-mata diukur berdasarkan pemberian suara pada saat pemilu.

Pada dasarnya, ada banyak bentuk partisipasi politik, seperti mengirim surat (pesan) kepada pejabat pemerintahan, ikut serta dalam aksi protes atau demonstrasi, menjadi anggota partai politik, menjadi anggota organisasi kemasyarakatan, mencalonkan diri untuk jabatan publik, memberikan sumbangan kepada partai atau politisi, hingga ikut serta dalam acara penggalangan dana.

Seberapa jauh tingkat partisipasi generasi muda dalam bidang politik sering kali menjadi bahan perdebatan. Generasi muda sering kali dianggap sebagai kelompok masyarakat yang paling tidak peduli dengan persoalan politik.

Mereka juga dianggap kerap mengalami putus hubungan dengan komunitasnya, tidak berminat pada proses politik dan persoalan politik, serta memiliki tingkat kepercayaan rendah pada politisi serta sinis terhadap berbagai lembaga politik dan pemerintahan (Pirie & Worcester, 1998; Haste & Hogan, 2006).

Pandangan ini sering kali dibenarkan dengan data yang menunjukkan bahwa generasi muda yang bergabung ke dalam partai politik relatif sedikit. Mereka juga cenderung memilih menjadi golput dalam pemilu.

Namun, sejumlah studi menunjukkan kekeliruan pandangan sebelumnya yang menganggap generasi muda tidak tertarik pada politik. Studi tersebut menyebutkan bahwa generasi muda adalah kelompok yang dinilai paling peduli terhadap berbagai isu politik (Harris, 2013).

Penelitian yang dilakukan EACEA (2013) terhadap generasi muda di tujuh negara Eropa menghasilkan kesimpulan bahwa generasi muda mampu mengemukakan preferensi dan minat mereka terhadap politik.

Sebagian dari mereka bahkan lebih aktif dari kebanyakan generasi yang lebih tua. Mereka juga menginginkan agar pandangan mereka lebih bisa didengar.

Namun, bentuk partisipasi politik generasi muda dewasa ini cenderung menunjukkan perubahan dibandingkan dengan generasi pendahulunya.

Jika pada masa lalu bentuk partisipasi politik lebih bersifat konvensional dan cenderung membutuhkan waktu lama, misalnya aksi turun ke jalan melakukan demonstrasi atau boikot, tindakan politik (political actions) generasi muda dewasa ini dipandang sebagai sesuatu yang “baru” karena tidak pernah terjadi pada masa satu dekade lalu.

Contohnya adalah partisipasi politik melalui internet dan media sosial. Tindakan politik generasi muda masa kini memiliki sifat cenderung lebih individual, bersifat spontan (ad-hoc), berdasarkan isu tertentu dan kurang terkait dengan perbedaan sosial.

Hal ini terjadi akibat pengaruh globalisasi dan individualisme serta konsumsi dan kompetisi.

Masyarakat di negara demokratis dapat berpartisipasi dalam kehidupan politik, setidaknya dengan tiga cara berbeda.

Pertama, Masyarakat dapat terlibat dalam arena publik untuk mempromosikan dan menyampaikan tuntutannya kepada siapa saja yang ingin mendengarkan, seperti ikut terlibat dalam berdemonstrasi.

Kedua, Masyarakat dapat menjadikan lembaga pembuat undang-undang (legislatif) atau lembaga eksekutif sebagai target pesan politik yang ingin disampaikan, misalnya menandatangani petisi.

Ketiga, Masyarakat dapat terlibat dalam proses seleksi dari orang-orang yang ingin menduduki jabatan publik. Contohnya dengan memberikan suara pada pemilu atau mencalonkan diri untuk jabatan publik.

Dalam berbagai literatur, tidak terdapat suatu pengertian yang diterima secara universal mengenai apa yang dimaksud dengan partisipasi politik.

Studi terhadap pengguna sosial media di Indonesia masih sangat terbatas dan studi lebih lanjut masih sangat dibutuhkan untuk mengungkapkan sifat dan karakteristik pengguna sosial media yang jumlah sangat besar dewasa ini. Disamping itu, generasi milenial diharapkan mampu membawa dinamika politik yang sehat dan dinamis.

Tahun 2024 seluruh masyarakat Indonesia merupakan momentum politik Pileg, Pilpres, dan pilkada membutuhkan peran generasi milenial yang cakap media, tanggap, kreatif, dan advokatif.


2. Pemimpin akan datang haruslah menyiapkan program unggulan

Jika peran milenial begitu besar pada Pilkada di NTT, maka Harus ada pemimpin yang berani menyiapkan program yang menyentuh generasi milenial, dengan tujuan untuk meningkatkan daya saing dan kualitas pemuda khususnya dalam menghadapi era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan Revolusi Industri.

Para pemimpin daerah harus serius memberi perhatian Program dengar Anak Muda bukan PHP agar anak muda memilihnya namun serius konsen untuk pemuda menjadi Garda terdepan dan agen kekinian, program-program itu yakni, Pemuda Relawan Antisipasi Bencana Alam, Pemuda Tani, Pemuda Pelopor, Pemuda Kreatif, Sarjana Penggerak Pedesaan, Pemimpin Muda, Wirausaha Muda, Pemuda Relawan Anti Narkoba, Pusat Pelatihan Pemuda, Pemuda Cinta Damai Lintas Agama, dan Bank Musik.  Beberapa program tersebut merupakan wahana dan fasilitas anak muda untuk tampil sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Ia mencontohkan beberapa program, seperti program Pemuda Relawan Anti Narkoba. Program tersebut dicanangkan sebab pihaknya melihat Indonesia tengah mengalami darurat narkoba. Melalui program ini, nantinya para pemuda akan dijadikan kader bantinarkoba, berperan aktif berada di garda terdepan untuk melawan narkoba.

Sasaran program adalah  pemuda di semua desa. "Dengan begitu, program ini diharapkan bisa mereduksi minat dari pemuda terhadap penyalahgunaan narkoba dan menjadikan pola hidup sehat tanpa narkoba. Bantu aparat hukum agar narkoba tidak menjadi momok dan penyakit yang akan menghabisi potensi anak muda Indonesia," ujarnya.

Contoh program lainnya adalah Pemuda Kreatif. Melki mengatakan, ia melihat dengan adanya bonus demografi yang dimiliki Indonesia, potensi kreativitas pemudanya bisa dijadikan modal untuk meningkatkan usaha, membangkitkan ekonomi, dan menyejahterakan masyarakat.

Harus berkomitmen mencetak ribuan  pemuda kreatif yang bergerak di berbagai bidang di antaranya musik, kuliner, seni dll.

Lanjut Melki, Ia memberi contoh program Wirausaha Muda. Diakuinya Indonesia masih kekurangan jumlah pengusaha lantaran mereka masih berorientasi untuk menjadi pegawai negeri sipil (PNS).

Melalui Program ini, menargetkan ratusan pemuda dengan  usaha-usaha rintisan, dan telah mempersiapkan sentra kewirausahaan di daerah. Namun, program itu tidak berjalan mulus akibat minimnya dana. Kendati begitu, minimnya anggaran tidak boleh sertamerta dijadikan alasan agar program-programnya tidak berjalan. Ia mesti melihat hal tersebut bukan hambatan, melainkan tantangan untuk bagaimana meningkatkan daya saing pemuda sumba barat dengan anggaran yang efisien. 

Saya sangat berharap, banyak program yang menyentuh anak muda NTT, kita berharap Kandidat Gubernur nanti sungguh menjawab kebutuhan anak Muda, Lanjut Melki program unggulan "Dengar anak muda" adalah "program menyelamatkan orang muda". Hal ini sudah di bicarakan secara serius dengan paket, program unggulan ini akan  memfasilitasi, mengadvokasi dan menciptakan ruang usaha bagi orang muda,  nanti dikonkretkan dalam program unggulan seperti pembukaan BLK,  inventarisasi orang muda putus sekolah, tamatan SMA/SMK dan sarjana yang belum memiliki pekerjaan tetap,  beserta minat dan bakatnya dan team akan  perkuat hasil kajian ini dengan awareness dan pelatihan peningkatan kapasitas (skill,  pengetahuan dan manajemen usaha)  serta hibah/bantuan modal usaha untuk nenciptakan wirausahawan muda, serta koneksivitas Pemda dengan  pemuda dan mahasiswa di luar domisili sumba barat seperti organisasi kepemudaan yang ada. Kandidat Gubernur, Harus Pikirkan Cara Kaloborasi Generasi Milenial.


WEP2 



Warta Terkait

Warta Terkait

Posting Komentar