Dok: Saat Penelitian bersama Mahasiswa |
Oleh: Drh. Herlina Umbu Deta, M.Sc, Dosen fakultas kedokteran hewan universitas Nusa Cendana Kupang, memberikan opini terkait persepsi dan manfaat Ular Makhluk Meliuk yang Menarik namun menghidupkan
Salah satu mahasiswa fakultas kedokteran hewan undana, telah melakukan penelitian tentang potensi pakan alami ular di taman wisata alam bipolo kabupaten Kupang, menarik bahwa ekosistem petani membutuhkan peran ular.
Kita tahu Ular adalah salah satu hewan melata yang sering membuat kita merasa takut dan jijik. Mereka dapat ditemukan di hampir disemua tempat kecuali di daerah dingin. Mereka sangat menghindari kawasan bersalju dan puncak gunung. Ular dapat memakan mangsanya bulat-bulat dan membunuh dengan bisanya. Walaupun demikian, hewan ini sudah bersahabat dengan manusia sejak ratusan tahun lalu. Banyak sekali manfaat dari ular ini. Salah satunya membantu petani membunuh hama tikus yang ada di sawah. Selain itu, ular juga merupakan salah satu mukjizat yang diberikan Allah pada Nabi Musa saat melawan Fit’aun. Reptil yang memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap lingkungannya, sehingga populasi dan penyebarannya jauh lebih banyak dibandingkan dengan reptil dan hewan lainnya. Berbagai jenis ular dapat ditemukan hidup di beragam habitat seperti hutan, gunung, sungai, semak belukar, gorong-gorong, dan bahkan di perairan laut. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika seringkali ular masuk ke dalam pemukiman penduduk.
Di habitat aslinya, ular memiliki peran penting sebagai predator yang efektif dalam mengontrol populasi hama pertanian, seperti tikus atau hewan pengerat Lainnya. Mereka juga menjadi mangsa bagi jenis hewan lain yang berada pada tingkat trofik yang lebih tinggi. (I Gusti Putu Ayunda Pratiska1, 2017).Dalam ekosistem, reptil memiliki peranan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem karena reptil berperan sebagai karnivora dalam rantai makanan. Namun saat ini reptil mengalami penurunan populasi dalam skala global, disebabkan oleh hilangnya habitat, degradasi hutan, introduksi satwa invasif, polusi lingkungan, penyakit, dan perubahan iklim global (Tajalli, et al., 2012)
Makluk yang membahayakan tapi menghidupkan menjadi penting di sosialisasikan agar meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa ular menjadi sangat berguna bagi Ekosistem petani. Ular sering dianggap sebagai hal yang membahayakan oleh masyarakat sehingga keberadaannya tidak disukai. Hal itu menyebabkan beberapa spesies ular menjadi terancam punah. Oleh karena kesalahan persepsi masyarakat terhadap ular secara umum. Berdasarkan keberadaan bisanya ular digolongkan menjadi dua jenis, yaitu venomous (memiliki bisa) dan nonvenomous (tidak memiliki bisa). Salah satu yang memiliki bisa yaitu Ular hijau (Trimeresurus insularis). Di Indonesia Trimeresurus insularis memiliki penyebaran yang luas di mulai dari pulau Jawa, Bali, Adonara, Alor, Flores, Komodo, Lombok, Padar, Rinca, Romang, Rote, Sumba, Sumbawa, Timor, dan Pulau Wetar (Priambodo, 2019). Karena termasuk golongan ular berbisa seringkali ular ini dibunuh oleh masyarakat karena dianggap ular berbisa. Namun sebagai predator penting di habitat sensitif seperti sawah, penurunan populasi ular mempunyai konsekuensi ekologis yang lebih luas. Ular sebagai predator tikus, dan mencit memainkan peran sebagai pengendali hama alami bagi perkebunan tebu dan sawah. Sehingga masyarakat dapat memilih jenis ular nonvenomous (tidak berbisa) untuk tetap terjaga dalam rantai makanan alami di alam liar. Kendala dalam pertanian seperti gagal panen pada areal persawahan biasanya disebabkan oleh perubahan iklim dan hama seperti tikus,belalang dapat diatasi jika populasi ular sebagai predator hama alami tetap terjaga.
Beberapa jenis ular yang sering di jumpai petani yakni: ular piton (Phyton reticulatus Schneider) dan ular kacang (Dendrelaphis pictus Gmelin), sedangkan dengan metode tak langsung didapatkan sepuluh spesies ular, yaitu ular piton (Phyton reticulatus Schneider), ular sanca (Python molurus L.innaeus), ular kacang (Dendrelaphis pictus Gmelin), ular kayu (Ptyas korros Schlegel), ular irus (Naja sputatrix F. Boie), ular siloro (Boiga dendrophylla Boie), ular lajing (Chrysopelea paradise Boie), ular jali (Bungarus candidus Linnaeus), ular hijau (Gonyosoma oxycephallum F. Boie), dan ular gadung (Ahaetulla prasina Boie).
Berharap dengan jenis ular ini Masyarakat memperoleh pengetahuan tentang peran ular dalam ekosistem dari pengalaman kehidupan sehari-hari sehingga masyarakat dapat bersikap arif terhadap keberadaan ular dalam ekosistem. Masyarakat bersedia untuk menerima dan menyampaikan informasi yang diterima dari kalangan yang dianggap memiliki kredibilitas tinggi. Oleh karena itu, tindakan konservasi ular dapat dilakukan dengan baik melalui pendekatan kearifan tradisional yang ada di setiap wilayah yang ada.
Ular merupakan sumberdaya Fauna yang banyak dimanfaatkan sebagai salah satu komoditi yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Ular dimanfaatkan antara lain sebagai bahan percobaan medis, satwa peliharaan, bahan kerajinan (tas, sepatu, tali pinggang, dan lain-lain) dan dikonsumsi (Situngkir, 2009). Amphibi juga memberikan manfaat bagi manusia, seperti sebagai sumber protein hewani ataupun manfaat tak langsung sebagai bagian dari rantai makanan. Di beberapa negara berkembang katak dijadikan sebagai komoditi penting yang diekspor ke negara maju, salah satu contohnya yaitu produksi paha katak beku yang diekspor oleh Indonesia ke negara-negara Eropa yang 80% diantaranya adalah hasil tangkapan dari alam (Kusrini dan Alford, 2006). Sekresi kulit dari beberapa jenis amphibi juga dikembangkan sebagai antibiotika dan obat penghilang rasa sakit (Stebbins and Cohen, 1995). Indonesia juga dikenal dengan keberagaman budayanya. Salah satu budaya turun temurun yang ada di Indonesia yaitu budaya pengobatan tradisional.
Sosialisasi pentingnya pelestarian satwa liar perlu dan segera dilakukan agar pemanfaatan satwa liar selain sebagai kehidupan ekosistem petani tetapi juga sebagai obat tradisional. Penulis berharap perlu disampaikan pada sosialisasi pengenalan apa saja satwa liar yang diklasifikasikan sebagai spesies yang dilindungi oleh Pemerintah Indonesia berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, yang lampirannya diperbarui berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/ 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20 MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.
WEP2