vXNwPj4qUNQpo38g8p3ivd6DJ6AcFOk4gL7S5iHx

Potret Buram Politik di Sekitar ku, Politik Amnesia.

MPH

Oleh: Melkianus Pote Hadi 

WAKTU berlari begitu cepat. Tanpa terasa bangsa ini memasuki penghujung tahun politik yang cukup melelahkan. Ragam peristiwa politik telah menjadi monumen historis yang akan diabadikan khalayak ramai. Tahun segera berganti. Perlu kesiapan matang menghadapi situasi ekonomi-politik tak menentu. Karenanya, perlu refleksi serius sebagai titik balik membangun batu bata fondasi kehidupan kebangsaan yang jauh lebih berkualitas.

Kaleidoskop politik sepanjang 2019 memotret satu fenomena yang getir, paradoks, dan antiklimaks. Getir karena kompetisi politik terjadi begitu ekstrem. Rakyat terbelah dua, cebong dan kampret.

Realitas politik juga paradoks karena terjadi perkongsian antarpihak yang selama ini bertikai dengan narasi politik saling menjatuhkan. Politik elektoral antiklimaks berakhir ‘bahagia’ (happy ending) dengan politik akomodatif yang begitu longgar.

Ibarat drama kolosal, politik elektoral layaknya pertunjuk­an yang ingin menampilkan dua wajah sekaligus. Satu sisi dramatis karena narasi isunya destruktif yang bisa membunuh karekter politik lawan. Sementara itu, isu primordial agama menjadi senjata utama yang dibawa ke panggung pertunjukan. Namun, pada saat bersamaan alur cerita drama politiknya didesain win-win solution atas nama persatuan politik.

Pemilu tak lagi menjadi medium rewards and punishment bagi kontestan. Pemenang seharusnya menjadi penguasa, memproteksi semua kanal kekuasaan politik agar tak meluber ke pihak tak ber­keringat. Sementara itu, pihak yang kalah mesti dipaksa di luar kekuasaan.


Itulah sejati­nya kompetisi. Bukan malah dirangkul atas nama politik gotong royong. Rekonsiliasi tak mesti dengan bagi-bagi kekuasaan.

Karena itu, “Betapapun cepatnya kebohongan itu, namun kebenaran akan mengejarnya juga.” Pernyataan Tan Malaka dikutip dari buku “Dari Penjara Ke Penjara” 

Potret politisi dari waktu ke waktu baik Pilpres, Pilkada dan Pemilihan umum legislatif (pileg) amnesia politik mewabah di masyarakat kita. Penyakit gampang lupa itu tidak hanya menyerang warga yang punya hak pilih tetapi juga merasuki warga yang punya hak dipilih.

Salah satu , ungkapan “kalau sudah jadi, lupa” atau hal lain, kaca mobil selalu tertutup" menjadi hiasan di daun telinga masyarakat.

Dulu saat saya awam terkait politik, saya dengar ungkapan itu sepertinya mengganggu pemahaman saya terkait politik itu sendiri. Namun seiring waktu saya menjadi paham apa itu politik dan kerja- kerja janji politik. 

Apakah selama ini janji-janji politik saat kampanye telah diwujudkan atau hanya sebatas janji.

Kalau hanya sebatas janji lalu kenapa mau memilih orang yang gagal memenuhi janji. Kenyataan di lapangan kita mudah memaafkan dan melupakan masa lalu. Satu kata yang dapat kami rangkai pada diskusi tersebut, bahwa bangsa ini masih mengalami amnesia politik.

Amnesia tersebut berupa kegelapan sejarah yang menghambat manusia Indonesia memproyeksikan masa kini dan masa depan secara jernih. Untuk itu, dibutuhkan sebuah keberanian untuk menolak dan melahirkan pemain-pemain baru yang masih bisa ada harapan memperbaiki keadaan, demi membebaskan bangsa ini dari perangkap lingkaran kegagalan dalam berdemokrasi.

Bagi partai-partai politik, berikan hukuman bagi wakil Anda yang gagal, dan beri kesempatan bagi yang punya niatan baik memperbaiki bangsa dan daerah ini. Supaya tidak ada lagi kesan, bahwa partai politik yang melakukan tindakan diskriminatif kepada para kadernya. 

Hal lain ada kekuasaan dan ada pula Oposisi dalam sistem politik demokrasi dan itu hal yang biasa terjadi, bahkan harus ada sebagai bagian dari prinsip checks and balances untuk memastikan penguasa tetap berjalan pada trek yang benar, mencegah penyalahgunaan kekuasaan maupun terwujudnya kekuasaan absolut. Namun oposisi tentu tidak berbeda sikap dengan penguasa, hanya berdasarkan ketidaksukaan belaka. Sikap tersebut dapat ditemukan tumbuhnya keyakinan buta yang bisa jadi hanya dilandasi oleh rasa ketidaksukaan atau kebencian pada orang atau orang lain yang tidak sesuai dengan kelompoknya. Bagi Friedich Nietzche, keyakinan buta itu bisa lebih berbahaya dari pada hal. Dalam konteks Nietzche, keyakinan buta ada pada ideologi namun dapat juga pada informasi yang bias.

Sulit dibayangkan jika orang-orang yang menduduki jabatan publik kemudian membuat keputusan berdasarkan informasi sesat. Hanya karena berasal dari orang atau kelompok yang memiliki kedekatan perkawanan, kesamaan pandangan dan faktor-faktor perekat lainnya, segala macam informasi dianggap sebagai kebenaran tanpa perlu melakukan verifikasi.

Hal mendasar lainnya, kita perlu membangun pemahaman bahwa politik itu mulia karena diperlukan sebagai ikhtiar membuat perubahan lebih baik bagi masyarakat. Karena politik harus dibangun di atas dasar tanpa nilai baik berupa ideologi, moralitas dan keadaban. Saat ini, masyarakat mulai skeptis dengan proses politik, krisis kepercayaan pada partai politik dan politik. Jika hal ini tidak disadari para elite politik untuk kemudian melakukan perbaikan, maka secara perlahan mereka melakukan pembusukan terhadap demokrasi. Demokrasi memang tidak menjamin terwujudnya kondisi yang lebih baik dalam segala hal. Namun satu yang pasti, gagalnya demokrasi akan membawa arus balik otoritarianisme dan berjayanya para oligarki yang menyengsarakan rakyat.

Urgensi kondisi demokrasi kita, kita bertanya-tanya, sebagai Pemuda Pertanyaan mendasar, Bagaimana kaum muda semestinya berkiprah dalam politik? Lalu konsep etika atau moralitas seperti yang semestinya dimiliki sebagai modal dalam berpolitik? Persoalan etika politik sudah merupakan persoalan universal yang dibicarakan manusia sejak dahulu hingga dewasa ini.

Dinamika politik yang semakin mengukuhkan praktek yang tidak bermoral tersebut memerlukan adanya energi baru yang positif untuk merekonstruksi permainan politik agar lebih anggun, santun dan beradab.

Kaum muda perlu mengambil prakarsa dalam mengubah citra politik bangsa, tahun 2024 dapat menjadi momentum kemunculan kaum muda dalam pentas politik nasional, dengan catatan harus membawa energi baru yang positif bagi perbaikan bangsa.

Wacana kepemimpinan kaum muda yang mencuat beberapa waktu yang lalu dapat menjadi suatu catatan penting bagi kaum muda dalam merencanakan bentuk keterlibatannya dalam politik.

Ingat, politik tidak identik dengan masuk partai, masuk birokrasi, masuk lembaga-lembaga negara, tetapi politik dapat dilakukan dengan cara-cara yang bersifat edukatif, mendesain program pemberdayaan rakyat dan mewujudkan sistem kelembagaan civil society yang mandiri dan kuat.

Dengan mengambil prakrasa pada berbagai ranah kehidupan, kaum muda dapat sebagai alternatif kekuatan civil society dalam rangka merespons sejumlah distorsi sosio politik bangsa, mulai dari persoalan klasik berupa korupsi hingga persoalan manipulasi. Dahulu korupsi yang telah menggurita bangsa ini dilakukan secara konvensional, kini modus politik amoral itu dilakukan dengan cara-cara yang lain seperti pengadaan barang dan jasa atau modus lainnya.

Distorsi politik bangsa sebagai akibat kerakusan para elite berkuasa dan inilah yang menjadi dasar keterlibatan kaum muda dalam mencita-citakan serta menciptakan praktek politik yang bermoral.

Terima kasih para pemuda telah berani mengambil sikap untuk berjuang bersama membangun bangsa ini.


Salam MPH.

Warta Terkait

Warta Terkait

Posting Komentar