vXNwPj4qUNQpo38g8p3ivd6DJ6AcFOk4gL7S5iHx

Rabies dan Edukasi Kesadaran Vaksinasi Hewan


Herlina U Deta saat sosialisasi 


drh. Herlina U Deta, Dosen Fakultas kedokteran hewan universitas Nusa Cendana Kupang. 

Masuknya virus rabies di Pulau Timor, khususnya di Kabupaten Timor Tengah Selatan, menjadi perhatian semua kalangan masyarakat. Salah satu  hal yang menjadi perhatian bersama yaitu masyarakat masih kurang informasi akan penyakit rabies dan upaya pencegahan yang dapat dilakukan. Oleh karena itu, kegiatan sosialisasi penyakit rabies menjadi salah satu sarana yang tepat untuk langsung bertemu dan melakukan tanya jawab dengan masyarakat yang ada di Desa Kualin, Kecamatan Kualin, Kabupaten Timor Tengah Selatan, dan juga dibagikan leaflet dan pamflet terkait informasi penyakit rabies. Diharapkan masyarakat dapat membagikan dan menyebarluaskan informasi kepada anggota keluarga lainnya

Rabies adalah penyakit serius yang disebabkan oleh virus Rabies Lyssavirus. Penularannya terjadi melalui gigitan, jilatan luka terbuka, atau cakaran hewan yang terinfeksi seperti anjing, kucing, monyet, rakun, dan kelelawar. Rabies merupakan masalah kesehatan yang signifikan di Nusa Tenggara Timur (NTT). Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan upaya pencegahan yang efektif. Beberapa hal yang mempengaruhi program pencegahan rabies di NTT adalah:

Keterbatasan Sumber Daya: Sumber daya terbatas seperti dana, tenaga medis, dan logistik menjadi hambatan dalam melaksanakan vaksinasi massal, pemantauan kasus, penanganan, dan kampanye edukasi yang efektif.

Akses Terhadap Wilayah Terpencil: Sulitnya akses ke wilayah terpencil di NTT menyulitkan distribusi vaksin, pendekatan kepada pemilik hewan, dan penerapan tindakan pencegahan secara merata di seluruh wilayah.

Kesadaran Masyarakat dan Pemahaman Pemilik Hewan: Tingkat kesadaran masyarakat terkait bahaya rabies dan pentingnya vaksinasi masih rendah di beberapa daerah di NTT. Kurangnya pemahaman tentang vaksinasi rabies, akses ke pelayanan veteriner yang terbatas, dan kepatuhan pemilik hewan terhadap jadwal vaksinasi juga mempengaruhi keberhasilan program. Dalam menghadapi tantangan ini, beberapa langkah yang perlu diambil adalah:

● Vaksinasi Hewan: Melakukan vaksinasi anjing dan kucing secara terencana dan berkala untuk melindungi populasi hewan di NTT.

● Kampanye Edukasi: Melakukan kampanye penyuluhan kepada masyarakat tentang bahaya rabies, pentingnya vaksinasi hewan, dan tindakan pencegahan lainnya melalui media sosial, brosur, pamflet, dan pertemuan komunitas.

● Koordinasi dan Kolaborasi: Meningkatkan koordinasi dan kolaborasi antara pemerintah daerah, dinas kesehatan, dinas peternakan, dan lembaga non-pemerintah untuk memastikan sinergi dalam aliran informasi, distribusi sumber daya, dan implementasi tindakan pencegahan secara menyeluruh.

Kegagalan program kampanye dan pencegahan rabies di NTT dapat memiliki konsekuensi serius, termasuk kematian manusia dan hewan, penyebaran penyakit, ancaman kesehatan masyarakat, dampak ekonomi, dan gangguan pada ekosistem. Oleh karena itu, diperlukan upaya yang komprehensif dan terkoordinasi untuk mengendalikan rabies di NTT dan memastikan perlindungan yang efektif bagi masyarakat dan hewan.

1. Bahaya Rabies:

Rabies dapat berakibat kematian pada manusia jika tidak ditangani dengan cepat. Setelah terinfeksi virus rabies, gejala awalnya mirip dengan flu, seperti demam, sakit kepala, dan kelelahan. Namun, ketika penyakit ini berkembang, gejalanya menjadi lebih parah, termasuk kejang, kebingungan, gangguan tidur, dan kecemasan yang berlebihan. Secara bertahap, penyakit ini akan menyebabkan masalah neurologis yang serius, seperti kejang, kesulitan menelan, gangguan pernapasan, dan koma.

2. Pencegahan Rabies:

Pencegahan adalah KUNCI utama dalam mengendalikan rabies.

a. Vaksinasi hewan: Vaksinasi anjing dan kucing adalah langkah penting untuk mencegah penyebaran rabies. Program vaksinasi hewan yang terencana dan berkala perlu dilakukan untuk memastikan bahwa populasi hewan di NTT terlindungi.

b. Kesadaran masyarakat: Edukasi dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya vaksinasi hewan, bahaya rabies, dan tindakan pencegahan lainnya sangat penting. Kampanye penyuluhan harus dilakukan secara aktif untuk memastikan bahwa masyarakat memahami risiko rabies dan tahu cara melindungi diri mereka sendiri dan hewan peliharaan mereka.

Sistem vaksinasi rabies yang efektif di Nusa Tenggara Timur (NTT) memerlukan perencanaan dan pelaksanaan yang terorganisir. Berikut adalah saran sistem vaksinasi rabies dan timeline yang dapat diimplementasikan di NTT:

Perencanaan:

a. Identifikasi populasi hewan: Identifikasi dan pendataan populasi hewan di NTT, terutama anjing dan kucing, untuk menentukan jumlah hewan yang harus divaksinasi.

b. Sumber daya dan logistik: Mengidentifikasi dan menyediakan sumber daya dan logistik yang diperlukan, termasuk vaksin, jarum suntik, tempat penyimpanan vaksin, dan fasilitas vaksinasi.

c. Tim pelaksana: Membentuk tim yang terdiri dari petugas kesehatan hewan,

petugas kesehatan masyarakat, dan sukarelawan untuk melaksanakan program vaksinasi.

Kampanye Edukasi dan Kesadaran:

a. Kampanye publik: Tentang pentingnya vaksinasi rabies, gejala rabies, dan tindakan pencegahan lainnya melalui media sosial, brosur, pamflet, dan pertemuan komunitas.

b. Sosialisasi kepada pemilik hewan: Langsung kepada pemilik hewan, termasuk anjing dan kucing, untuk mengedukasi mereka tentang pentingnya vaksinasi, jadwal vaksinasi, dan tempat-tempat vaksinasi yang tersedia.

Pelaksanaan Vaksinasi:

a. Pusat Vaksinasi Tetap: Membuka pusat vaksinasi tetap di berbagai wilayah di NTT, termasuk kota dan desa, untuk memberikan akses mudah bagi pemilik hewan untuk memvaksin hewan peliharaan mereka. Pusat vaksinasi ini harus dilengkapi dengan fasilitas penyimpanan vaksin yang memadai.

b. Vaksinasi Massal: Vaksinasi massal di tempat-tempat umum, seperti pusat perbelanjaan, pasar, dan tempat keramaian lainnya, untuk mencapai sebanyak mungkin pemilik hewan dan memaksimalkan cakupan vaksinasi.

c. Vaksinasi Pintu ke Pintu: Mengadakan kampanye vaksinasi pintu ke pintu di daerah-daerah yang sulit dijangkau. Tim vaksinasi akan mengunjungi rumah-rumah untuk memvaksinasi hewan peliharaan yang ada.

Vaksinasi rabies pada anjing dan kucing:

Vaksinasi pertama: Anjing dan kucing biasanya mendapatkan vaksinasi rabies pada usia sekitar 12 minggu. Setelah vaksinasi pertama, anjing dan kucing perlu mendapatkan vaksinasi ulang dalam waktu sekitar 1 tahun. Vaksinasi berkelanjutan: Setelah vaksinasi tahunan. Biasanya, vaksinasi rabies pada anjing dan kucing diberikan setiap 1-3 tahun, tergantung pada jenis vaksin.

Pemantauan dan Pelaporan:

a. Pemantauan kasus gigitan: Membentuk sistem pemantauan kasus gigitan hewan yang mencurigakan secara akurat dan melaporkan kasus tersebut kepada otoritas kesehatan setempat.

b. Pelaporan vaksinasi: Melakukan pelaporan yang teratur dan akurat terkait jumlah hewan yang divaksinasi, jenis vaksin yang digunakan, dan lokasi vaksinasi.

c. Pengendalian populasi hewan: Pengendalian populasi hewan, terutama anjing liar, juga merupakan faktor penting dalam pencegahan rabies. Sterilisasi, pengangkutan anjing liar, dan pengawasan ketat terhadap populasi hewan harus dilakukan untuk mengurangi risiko penularan rabies.

3. Penanganan Rabies:

Jika seseorang dicurigai terinfeksi rabies, tindakan penanganan yang cepat dan tepat harus dilakukan, meliputi:

a. Mengobati luka: Luka harus segera dicuci dengan air bersih dan sabun. Desinfeksi luka dengan antiseptik juga dianjurkan.

b. Pemberian vaksin rabies: Pada saat yang sama, orang yang tergigit atau terkena cakaran hewan tersebut harus segera mendapat perawatan medis dan diberi vaksinasi rabies yang dianjurkan oleh tenaga medis yang kompeten.

Perawatan medis ini biasanya melibatkan pemberian vaksin rabies dan serum immunoglobulin rabies (RIG) untuk meningkatkan kekebalan terhadap virus.

c. Karantina hewan: Jika hewan yang menggigit atau mencakar seseorang dicurigai terinfeksi rabies, hewan tersebut harus dikarantina dan diamati selama periode tertentu (10 - 14 hari). Ini membantu dalam pemantauan kemungkinan gejala rabies pada hewan dan memungkinkan penilaian risiko yang lebih baik bagi orang yang terkena gigitan.

d. Pelaporan dan pemantauan: Semua kasus gigitan hewan yang dicurigai rabies harus dilaporkan ke otoritas kesehatan setempat. Pemantauan yang ketat terhadap orang yang terkena gigitan dan hewan yang terlibat harus dilakukan untuk memastikan tindakan pencegahan dan penanganan yang tepat.

Sebagai informasi tambahan: Kampanye Penanggulangan Rabies di Jerman, dimulai pada awal pada tahun 1973 dengan fokus utama pada vaksinasi anjing. Program vaksinasi massal dilakukan untuk mencapai cakupan vaksinasi yang luas di antara populasi anjing di seluruh negara. Jerman baru berhasil “Bebas Rabies” pada tahun 2008 yang lalu. Artinya ada waktu sekitar 30 tahun kampanye dan penanganan yang terus menerus.


WEP02


Warta Terkait

Warta Terkait

Posting Komentar