vXNwPj4qUNQpo38g8p3ivd6DJ6AcFOk4gL7S5iHx

Dampak Penggunaan Internet terhadap Perkembangan Kognitif dan Perilaku Anak

  




Dokpri MPH 


Melkianus Pote Hadi adalah Dosen aktif pada universitas Swasta dan politisi muda NTT yang aktif selalu menulis. 

Dampak kognitif internet pada anak bukanlah "hitam-putih", tetapi bergantung pada keseimbangan antara pemanfaatan potensinya dan mitigasi risikonya. Internet bukan pengganti interaksi manusia, melainkan alat yang perlu dikelola secara bijak. Kolaborasi antara orang tua, sekolah, dan pembuat kebijakan (mis: regulasi konten) esensial untuk memastikan penggunaan internet yang mendukung perkembangan kognitif optimal .

Berdasarkan survei dan laporan terkini, penggunaan internet di kalangan anak-anak Indonesia menunjukkan dampak negatif yang signifikan, mencakup risiko psikologis, sosial, dan keamanan. Berikut analisis mendalam berdasarkan data aktual:

Paparan Konten Berbahaya dan Eksploitasi Seksual Konten Seksual : 50,3% anak terpapar konten bermuatan seksual melalui media sosial, dengan angka lebih tinggi pada anak disabilitas . Eksploitasi Online : Indonesia menempati peringkat ke-4 global dalam kasus pornografi anak daring. Survei ChildFund (2022) menemukan praktik prostitusi daring melibatkan anak di bawah umur, dengan transaksi mencapai Rp17 juta per anak .  

Penggunaan teknologi internet yang berlebihan terhadap perkembangan kognitif dan perilaku anak dalam keluarga. Beberapa negara, seperti Swedia, telah mengurangi penggunaan teknologi dalam pendidikan, khususnya pada jenjang pendidikan awal. Mereka kembali menekankan penggunaan buku cetak, menulis tangan, dan membatasi perangkat elektronik di kelas. Hal ini dilakukan sebagai langkah untuk mengatasi dampak negatif yang mungkin timbul dari digitalisasi berlebihan. 

Beberapa alasan yang mendorong negara-negara tersebut untuk mengurangi teknologi dalam pendidikan adalah: Kekhawatiran tentang dampak negatif teknologi pada kemampuan membaca dan menulis, Penelitian di Swedia menunjukkan penurunan kemampuan membaca pada siswa kelas empat setelah terlalu banyak terpapar layar di sekolah. 

Potensi gangguan dan kurangnya fokus:

Siswa mungkin lebih tertarik pada aktivitas lain di perangkat digital daripada fokus pada pembelajaran, terutama pada anak usia dini. 

Kesenjangan akses:

Tidak semua siswa memiliki akses yang sama terhadap teknologi dan infrastruktur yang memadai, yang dapat memperparah ketimpangan pendidikan. 


Ada kekhawatiran bahwa terlalu banyak digitalisasi dapat menghambat pengembangan keterampilan dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung. Meskipun demikian, teknologi tetap memiliki peran penting dalam pendidikan, dan banyak negara lain terus berupaya memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan pembelajaran. Beberapa negara, seperti Finlandia, dikenal dengan sistem pendidikan yang berfokus pada guru dan tidak terlalu mengandalkan teknologi, namun tetap mampu mencapai hasil yang baik. Jadi, keputusan untuk mengurangi atau meningkatkan penggunaan teknologi dalam pendidikan adalah masalah yang kompleks dan perlu dipertimbangkan dengan matang, dengan mempertimbangkan konteks budaya, sosial, dan ekonomi masing-masing negara. 

Membangun Sistem Pendidikan yang Responsif terhadap ...

Internet, kecerdasan buatan, dan big data telah membuka peluang baru dalam pembelajaran, namun implementasi teknologi dalam pendidikan belum merata di banyak negara 

Teknologi internet telah menjadi bagian integral dari kehidupan anak-anak modern, membawa serta dampak kompleks bagi perkembangan kognitif dan perilaku mereka. Berdasarkan analisis mendalam terhadap berbagai sumber terkini, berikut adalah penjelasan komprehensif mengenai dinamika tersebut:


 1. Dampak terhadap Perkembangan Kognitif Anak

Anak-anak mengalami perubahan signifikan dalam pola kognitif akibat paparan teknologi internet, dengan efek positif dan negatif yang saling beriringan.

Dampak Positif

-Peningkatan Kreativitas dan Pemecahan Masalah, Aplikasi edukatif dan konten interaktif merangsang eksplorasi ide baru serta kemampuan menyelesaikan masalah secara inovatif .

Penguatan Keterampilan Kognitif Inti: Penggunaan terkontrol teknologi meningkatkan kemampuan bahasa, memori, dan penalaran logis melalui simulasi interaktif .

Pengembangan Motorik Halus : Aktivitas layar sentuh mengasah koordinasi mata-tangan dan presisi gerakan jari , Akses Pengetahuan Mandiri : Internet memungkinkan anak mengeksplorasi minat secara mandiri, memperluas wawasan melampaui lingkungan sekitarnya .


2. Dampak Negatif

- Penurunan Kapasitas Fokus: Multitasking media (seperti mengganti aplikasi cepat) mengurangi kemampuan mempertahankan perhatian berkelanjutan, mengakibatkan kinerja fokus yang buruk, 

Keterlambatan Perkembangan Bahasa : Pengurangan interaksi verbal langsung menghambat penguasaan kosakata dan struktur kalimat .

Penundaan Kematangan Kognitif : Paparan berlebihan mengganggu perkembangan imajinasi dan abstraksi berpikir, terutama pada anak prasekolah .

Gangguan Memori Jangka Panjang: Informasi instan dari internet mengurangi latihan mengonsolidasi memori secara mendalam .


 3. Dampak terhadap Perilaku Sosial dan Emosional

Internet mengubah landskap interaksi anak dalam keluarga dan lingkungan sosial, dengan konsekuensi perilaku yang mengkhawatirkan:


1. Penurunan Interaksi Keluarga Kecanduan gadget mengurangi komunikasi tatap muka hingga 40% menurut studi di TK Negeri Pembina, di mana orang tua dan anak lebih sering "berdampingan tapi terpisah" oleh layar .

2. Agresivitas dan Emosi Tidak Stabil : Paparan konten kekerasan meningkatkan perilaku agresif, sementara desain aplikasi yang merangsang dopamin menyebabkan iritabilitas saat perangkat diambil .


2. Perilaku Menyendiri (Withdrawal): Anak lebih memilih dunia virtual daripada bermain fisik, mengakibatkan defisit keterampilan sosial dasar seperti berbagi dan negosiasi .

3. Risiko Perilaku Menyimpang: Studi UNICEF (2024) mengungkap 50.3% anak terpapar konten seksual, 48% mengalami cyberbullying, dan 2% mendapat ancaman seksual – dengan angka lebih tinggi pada anak disabilitas .



 3. Peran Keluarga dalam Mitigasi Dampak Negatif

Keluarga merupakan bentang pertama proteksi melalui strategi berikut:


a. Pendampingan Aktif (Co-Use) : Mendampingi anak berinternet sambil menjelaskan konten berisiko meningkatkan literasi digital sekaligus menguatkan ikatan .

b. Komunikasi Terbuka tentang Etika Digital : Diskusi rutin tentang jejak digital, privasi, dan empati online membangun kesadaran bertanggung jawab .

c. Pembatasan Waktu Berbasis Kesepakatan : Menerapkan "tech-free zones" (seperti meja makan) dan "tech-free times" (sebelum tidur) .

d. Pemanfaatan Fitur Pengawasan : Tools parental control (filter konten, batas waktu otomatis) menjadi lapisan proteksi teknis wajib .

 4. Rekomendasi Kebijakan dan Praktik

- Sekolah : Integrasi kurikulum literasi digital dini yang mencakup keamanan berinternet dan deteksi misinformasi .

- Pemerintah : Percepatan Rancangan Perpres Perlindungan Anak di Ranah Online yang holistik, melibatkan sekolah, penyedia konten, dan komunitas .

- Produsen Teknologi : Desain "Child-Friendly Interface" dengan verifikasi usia ketat dan pembatasan notifikasi untuk pengguna anak .


Tip Sheet Orang Tua : 5 Strategi Pengawasan Efektif  

1. Model Perilaku Positif : Kurangi penggunaan pribadi saat bersama anak   

2. Edukasi Konten Kritis: Ajari identifikasi konten berbahaya (kekerasan, hoaks, predator)   

 3. Aktivasi SafeSearch : Wajibkan filter mesin pencari dan platform video   

4. Pengalihan ke Aktivitas Fisik : Stimulasi motorik melalui kegiatan luar ruang terstruktur   

5. Check-in Emosional Rutin : Tanyakan pengalaman online anak tanpa menghakimi   


Teknologi internet ibarat pisau bermata dua bagi perkembangan anak – mampu mengasah kapasitas kognitif jika digunakan bijak, namun berpotensi melukai pertumbuhan perilaku dan sosial jika dibiarkan tanpa kendali. Kunci transformasi dampak negatif menjadi peluang pembelajaran terletak pada kolaborasi keluarga-sekolah-pemerintah. Orang tua perlu mengambil peran aktif sebagai "digital mediator" dengan memadukan pendampingan teknis dan kelekatan emosional, sementara kebijakan publik harus menjamin terciptanya ekosistem digital yang aman bagi generasi muda. Pada akhirnya, keseimbangan antara dunia digital dan interaksi manusiawi tetap menjadi parameter utama tumbuh kembang anak yang holistik.


Dampak negatif internet pada anak bersifat multidimensi dan memerlukan respons terintegrasi. Regulasi pemerintah (PP 17/2025), inovasi teknologi (e.g., ProtekSi Kecil), dan peningkatan literasi keluarga menjadi pilar krusial . Kolaborasi lintas sektor harus diperkuat agar ruang digital menjadi "taman tumbuh kembang" anak, bukan "ladang ancaman" . Orang tua perlu secara aktif mendampingi anak, bukan hanya mengandalkan pembatasan teknteknis.

WEP02 








Warta Terkait

Warta Terkait

Posting Komentar